Gubernur Bank Indonesia, Agus D.W. Martowardojo, mengatakan pertumbuhan
ekonomi domestik pada 2014 masih mengalami penurunan melanjutkan tren sejak
2013.
"Ini karena ekonomi global yang masih terbatas dan sarat ketidakpastian," ujar Agus dalam pidatonya dengan tema "Mengawal Stabilitas, Bersinergi Mempercepat Reformasi Struktural" yang disampaikan dalam acara Dinner Bankers di Jakarta Convention Center Senayan, Jakarta, malam ini.
Agus mengatakan saat ini ekspor Indonesia menurun tajam akibat melemahnya permintaan dari negara-negara mitra dagang utama. Selain itu merosotnya harga komoditas ekspor berbasis sumber daya alam. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi di sebagian besar provinsi yang perekonomiannya berbasis ekspor produk ekstraktif menurun drastis. "Terutama Sumatera dan Kalimantan," ujar dia.
Dia menambahkan, lemahnya ketahanan energi juga menyebabkan kebutuhan energi tidak dapat dipenuhi dari dalam negeri dan masih terus mengimpor. Ketahanan energi yang lemah juga menyebabkan pemerintah perlu menyesuaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi pada 2013 untuk menjaga kesinambungan fiskal. Hal inilah yang juga memicu inflasi yang tekanannya masih dirasakan sampai awal 2014.
Hal lain yang menjadi alasan kendala perkembangan ekonomi domestik adalah struktur produksi yang rapuh di tengah tekanan eksternal. Hal ini membuat laju pertumbuhan nasional terkendala oleh defisit neraca transaksi berjalan. "Dan sudah berlangsung selama tiga tahun," ujar dia.
Akibatnya, depresiasi kurs menjadi tak terhindarkan dan bahkan diperlukan untuk memastikan defisit tersebut tidak membesar dan perlambatan ekonomi terkendali. "Sejak Mei 2013 sampai pertengahan November 2014, kurs telah terdepresiasi sebesar 25,5 persen," kata Agus.
"Ini karena ekonomi global yang masih terbatas dan sarat ketidakpastian," ujar Agus dalam pidatonya dengan tema "Mengawal Stabilitas, Bersinergi Mempercepat Reformasi Struktural" yang disampaikan dalam acara Dinner Bankers di Jakarta Convention Center Senayan, Jakarta, malam ini.
Agus mengatakan saat ini ekspor Indonesia menurun tajam akibat melemahnya permintaan dari negara-negara mitra dagang utama. Selain itu merosotnya harga komoditas ekspor berbasis sumber daya alam. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi di sebagian besar provinsi yang perekonomiannya berbasis ekspor produk ekstraktif menurun drastis. "Terutama Sumatera dan Kalimantan," ujar dia.
Dia menambahkan, lemahnya ketahanan energi juga menyebabkan kebutuhan energi tidak dapat dipenuhi dari dalam negeri dan masih terus mengimpor. Ketahanan energi yang lemah juga menyebabkan pemerintah perlu menyesuaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi pada 2013 untuk menjaga kesinambungan fiskal. Hal inilah yang juga memicu inflasi yang tekanannya masih dirasakan sampai awal 2014.
Hal lain yang menjadi alasan kendala perkembangan ekonomi domestik adalah struktur produksi yang rapuh di tengah tekanan eksternal. Hal ini membuat laju pertumbuhan nasional terkendala oleh defisit neraca transaksi berjalan. "Dan sudah berlangsung selama tiga tahun," ujar dia.
Akibatnya, depresiasi kurs menjadi tak terhindarkan dan bahkan diperlukan untuk memastikan defisit tersebut tidak membesar dan perlambatan ekonomi terkendali. "Sejak Mei 2013 sampai pertengahan November 2014, kurs telah terdepresiasi sebesar 25,5 persen," kata Agus.
No comments:
Post a Comment