Tren batu
akik yang tengah melanda tanah air, dan sempat heboh dengan penemuan batu yang
bernilai milyaran di Aceh, kini muncul lagi penemuan batu yang bernilai
milyaran rupiah di Kepulauan Nias, Sumatera Utara.
Karsani
Aulia Polem (33), seorang pemburu batu akik asal Jalan Pattimura, Desa Mudik,
Kecamatan Gunungsitoli, Kota Gunungsitoli, Sumatera Utara, memperkenalkan batu
jenis sigori lafau yang diklaim bernilai milyaran rupiah.
Keunikan dan
kesulitan dalam mendapatkan batu itu membuat Karsani yang telah lama mengoleksi
puluhan batu akik ini membanderol batu sigori lafau dengan harga Rp 15 miliar.
“Batu akik
sigori lafau ini saya jual seharga Rp 15 miliar dan akan disertifikatkan.
Sebelumnya sudah ditawar seharga Rp 1,2 miliar di kawasan Palladium, Kota Medan,
Sumatera Utara,” kata Polem, Senin (2/3/2015).
Meskipun
batu sigori lafau hanya berukuran panjang 6 cm, lebar 3 cm, dan tebal 0,5 cm;
dengan berat 4 gram. Tetapi, di dalam batu terdapat butiran emas, perak, dan
berlian yang tersebar di seluruh bagian. Beberapa warna dasar memenuhi ruang
batu, yakni merah, abu-abu, kuning, merah muda, hitam, dan beberapa warna
lainnya.
Selain
karena harganya yang sangat mahal, batu sigori lafau ini diyakini masyarakat
Kepulauan Nias sebagai salah satu batu tertua di muka bumi. Sementara itu,
sebagian masyarakat di Kepulauan Nias yang tinggal di sekitar daerah aliran
sungai meyakini batu ini dapat digunakan sebagai penangkal longsor.
Sebagian
warga Kepulauan Nias yang hobi mengoleksi batu akik sering datang ke sungai atau
ke sejumlah penjual untuk berburu batu akik mentah. Tidak tanggung-tanggung,
batu akik yang dapat di peroleh dari sungai Kepulauan Nias antara lain junjung
drajat, lavender, badar besi, dan lumut. Dalam sehari, warga bisa mendapatkan
20 sampai 50 batu berbagai jenis.
Tambah
Karsani, biasanya batu-batu akik mentah dijual dengan harga bervariasi, mulai
dari Rp 50.000 hingga Rp 500.000. Namun, karena dia membanderol harga batu
akiknya dengan harga yang sangat tinggi, maka banyak warga yang berdatangan
setiap hari dari berbagai desa, bahkan dari luar Kepulauan Nias, untuk melihat
keunikan batu miliknya.
Hingga saat
ini, Karsani mengaku masih menyimpan batu berbentuk liontin tersebut, dan dia
berencana mengetes batu akik tersebut di laboratorium.
“Dalam waktu
dekat, saya akan mengirimkan salah satu contoh batu ini ke Gem Research
International (GRI) melalui perwakilan yang ada di Medan,” ujar Karsani.
Dengan penelitian di lab nantinya dapat diketahui
dan dapat ditelusuri apakah unsur yang terkandung di dalam batu sigori lafau
tersebut dapat ditemukan di daerah lain.
No comments:
Post a Comment