Dilansir Telegraph (28/2) makan dalam keadaan gelap dapat mencegah “cephalic” dalam pencernaan yang menyebabkan pelepasan air liur dan cairan lambung ketika melihat makanan.
Sebuah studi yang dilakukan oleh University of Konstanz di Jerman, peneliti menutup mata 50 responden dengan kacamata ski. Sementara yang 40 peserta lain tidak diberi penutup mata sama sekali.
Semua peserta, tidak diizinkan untuk makan dalam dua jam sebelum percobaan. Setelah itu mereka diberi tiga mangkuk makanan berisi 95 gram mangkuk cherry, karamel dan vanilla ice cream selama 15 menit.
Sisa makanan dalam mangkuk kemudian diukur dan para peserta ditanyakan tentang berapa banyak makanan yang mereka rasa sudah dimakan.
Para peneliti menemukan bahwa,
rata-rata kelompok tanpa penutup mampu mengonsumsi makanan sebanyak 116 gram,
sedangkan kelompok mata tertutup makan jauh lebih sedikit yaitu sekitar 105
gram.
Saat ditanya kelompok yang ditutup matanya merasa mereka telah mengonsumsi
makanan sekitar 197 gram es krim dibandingkan dengan yang tidak ditutup matanya
yang merasa sudah mengonsumsi sekitar 159 gram es krim.
Dilansir dalam Independent (25/02), para ilmuwan percaya bahwa tidak dapat melihat maknan
memungkinkan tubuh melupakan pengalaman rasa masa lalu. Sehingga saat mata
ditutup mereka tidak menimbulkan nafsu makan yang berlebih.
“Kurangnya visual menyebabkan
disosiasi yang jelas antara asupan aktual dan apa yang dirasakan,” tutur Dr
Britta Renner, salah satu peneliti.
“Ini mungkin menyediakan sarana mencolok dan naturalistik untuk mengubah
pengalaman dalam perilaku makan,” jelasnya.
Ia juga menuturkan bahwa keinginan makan berkurang karena etimasi potensi
mengenyangkan lebih tergantung pada 'real time' pengalaman dari pada ekspektasi
sebelumnya.
No comments:
Post a Comment